TEORI-TEORI KOMUNIKASI
1. Teori Model Lasswell
Salah satu teoritikus komunikasi massa yang pertama dan paling terkenal adalah
Harold Lasswell, dalam artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model
komunikasi yang sederhana dan sering dikutif banyak orang yakni: Siapa (Who),
berbicara apa (Says what), dalam saluran yang mana (in which channel), kepada
siapa (to whom) dan pengaruh seperti apa (what that effect) (Littlejhon, 1996).
2. Teori Komunikasi dua tahap dan pengaruh antar pribadi
Teori ini berawal dari hasil penelitian Paul Lazarsfeld dkk mengenai efek media
massa dalam kampanye pemilihan umum tahun 1940. Studi ini dilakukan dengan
asumsi bahwa proses stimulus bekerja dalam menghasilkan efek media massa. Namun
hasil penelitian menunjukan sebaliknya. Efek media massa ternyata rendah dan
asumsi stimulus respon tidak cukup menggambarkan realitas audience media massa
dalam penyebaran arus informasi dan menentukan pendapat umum.
3. Teori Informasi atau Matematis
Salah satu teori komunikasi klasik yang sangat mempengaruhi teori-teori
komunikasi selanjutnya adalah teori informasi atau teori matematis. Teori ini
merupakan bentuk penjabaran dari karya Claude Shannon dan Warren Weaver (1949,
Weaver. 1949 b), Mathematical Theory of Communication.
Teori ini melihat komunikasi sebagai fenomena mekanistis, matematis, dan
informatif: komunikasi sebagai transmisi pesan dan bagaimana transmitter
menggunakan saluran dan media komunikasi. Ini merupakan salah satu contoh
gamblang dari mazhab proses yang mana melihat kode sebagai sarana untuk
mengonstruksi pesan dan menerjemahkannya (encoding dan decoding). Titik
perhatiannya terletak pada akurasi dan efisiensi proses. Proses yang dimaksud
adalah komunikasi seorang pribadi yang bagaimana ia mempengaruhi tingkah laku
atau state of mind pribadi yang lain. Jika efek yang ditimbulkan tidak sesuai
dengan apa yang diharapkan, maka mazhab ini cenderung berbicara tentang
kegagalan komunikasi. Ia melihat ke tahap-tahap dalam komunikasi tersebut untuk
mengetahui di mana letak kegagalannya. Selain itu, mazhab proses juga cenderung
mempergunakan ilmu-ilmu sosial, terutama psikologi dan sosiologi, dan cenderung
memusatkan dirinya pada tindakan komunikasi.
Karya Shannon dan Weaver ini kemudian banyak berkembang setelah Perang Dunia II
di Bell Telephone Laboratories di Amerika Serikat mengingat Shannon sendiri
adalah insiyiur di sana yang berkepentingan atas penyampaian pesan yang cermat
melalui telepon. Kemudian Weaver mengembangkan konsep Shannon ini untuk
diterapkan pada semua bentuk komunikasi. Titik kajian utamanya adalah bagaimana
menentukan cara di mana saluran (channel) komunikasi digunakan secara sangat
efisien. Menurut mereka, saluran utama dalam komunikasi yang dimaksud adalah
kabel telepon dan gelombang radio.
Latar belakang keahlian teknik dan matematik Shannon dan Weaver ini tampak
dalam penekanan mereka. Misalnya, dalam suatu sistem telepon, faktor yang
terpenting dalam keberhasilan komunikasi adalah bukan pada pesan atau makna
yang disampaikan-seperti pada mazhab semiotika, tetapi lebih pada berapa jumlah
sinyal yang diterima dam proses transmisi.
Penjelasan Teori Informasi Secara Epistemologi, Ontologi, dan Aksiologi
Teori informasi ini menitikberatkan titik perhatiannya pada sejumlah sinyal
yang lewat melalui saluran atau media dalam proses komunikasi. Ini sangat
berguna pada pengaplikasian sistem elektrik dewasa ini yang mendesain
transmitter, receiver, dan code untuk memudahkan efisiensi informasi.
4. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)
Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di
dalam teori uses and gratification dengan menciptakan suatu teori yang
disebutnya sebagai expectance-value theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media
ditentukan oleh sikap Anda terhadap media --kepercayaan Anda tentang apa yang
suatu medium dapat berikan kepada Anda dan evaluasi Anda tentang bahan
tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa situated comedy (sitcoms),
seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur, Anda akan
mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms.
Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan
hidup yang tak realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan
menghindari untuk melihatnya.
5. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)
Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra
Ball-Rokeach dan Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications,
pendekatan ini juga menolak asumsi kausal dari awal hipotesis penguatan. Untuk
mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu pendekatan sistem yang
lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi yang bersifat
integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini
memprediksikan bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari
media massa dalam rangka memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta
mencapai tujuan tertentu dari proses konsumsi media massa. Namun perlu
digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki ketergantungan yang sama terhadap
semua media.
Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan
sistem media dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam
menciptakan kebutuhan dan minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi
khalayak untuk memilih berbagai media, sehingga bukan sumber media massa yang
menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada
beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset
etnografi.
Riset Eksperimen
Riset eksperimen (experimental research) merupakan pengujian terhadap efek
media dibawah kondisi yang dikontrol secara hati-hati. Walaupun penelitian yang
menggunakan riset eksperimen tidak mewakili angka statistik secara keseluruhan,
namun setidaknya hal ini bisa diantisipasi dengan membagi obyek penelitian ke
dalam dua tipe yang berada dalam kondisi yang berbeda.
Riset eksperimen yang paling berpengaruh dilakukan oleh Albert Bandura dan
rekan-rekannya di Stanford University pada tahun 1965. Mereka meneliti efek
kekerasan yang ditimbulkan oleh tayangan sebuah film pendek terhadap anak-anak.
Mereka membagi anak-anak tersebut ke dalam tiga kelompok dan menyediakan boneka
Bobo Doll, sebuah boneka yang terbuat dari plastik, di setiap ruangan. Kelompok
pertama melihat tayangan yang berisi adegan kekerasan berulang-ulang, kelompok
kedua hanya melihat sebentar dan kelompok ketiga tidak melihat sama sekali.
Ternyata setelah menonton, kelompok pertama cenderung lebih agresif dengan
melakukan tindakan vandalisme terhadap boneka Bobo Doll dibandingkan dengan
kelompok kedua dan ketiga. Hal ini membuktikan bahwa media massa memiliki peran
membentuk karakter khalayaknya.
Kelemahan metode ini adalah berkaitan dengan generalisasi dari hasil
penelitian, karena sampel yang diteliti sangat sedikit, sehingga sering muncul
pertanyaan mengenai tingkat kemampuannya untuk diterapkan dalam kehidupan nyata
(generalizability). Kelemahan ini kemudian sering diusahan untuk diminimalisir
dengan pembuatan kondisi yang dibuat serupa mungkin dengan keadaan di dunia
nyata atau yang biasa dikenal sebagai ecological validity Straubhaar dan
Larose, 1997 :415).
Survey
Metode survey sangat populer dewasa ini, terutama kemanfaatannya untuk
dimanfaatkan sebagai metode dasar dalam polling mengenai opini publik. Metode
survey lebih memiliki kemampuan dalam generalisasi terhadap hasil riset
daripada riset eksperimen karena sampelnya yang lebih representatif dari
populasi yang lebih besar. Selain itu, survey dapat mengungkap lebih banyak
faktor daripada manipulasi eksperimen, seperti larangan untuk menonton tayangan
kekerasan seksual di televisi dan faktor agama. Hal ini akan diperjelas dengan
contoh berikut.
Riset Ethnografi
Riset etnografi (ethnografic research) mencoba melihat efek media secara lebih
alamiah dalam waktu dan tempat tertentu. Metode ini berasal dari antropologi
yang melihat media massa dan khalayak secara menyeluruh (holistic), sehingga
tentu saja relatif membutuhkan waktu yang lama dalam aplikasi penelitian.
6. Teori Agenda Setting
Agenda-setting diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw (1972). Asumsi teori ini
adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa, maka media itu
akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya penting. Jadi apa yang dianggap
penting media, maka penting juga bagi masyarakat. Dalam hal ini media
diasumsikan memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini
berkaitan dengan proses belajar bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.
7. Teori Dependensi Efek Komunikasi Massa
Teori ini dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeachdan Melvin L. DeFluer (1976),
yang memfokuskan pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur
kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini berangkat dari sifat
masyarakat modern, diamana media massa diangap sebagai sistem informasi yang
memiliki peran penting dalam proses memelihara, perubahan, dan konflik pada
tataran masyarakat,kelompok, dan individu dalam aktivitas sosial. Secara
ringkas kajian terhadap efek tersebut dapat dirumuskan dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Kognitif, menciptakan atau menghilangkan ambiguitas, pembentukan sikap,
agenda-setting, perluasan sistem keyakinan masyarakat, penegasan/ penjelasan
nilai-nilai.
2. Afektif, menciptakan ketakutan atau kecemasan, dan meningkatkan atau
menurunkan dukungan moral.
3. Behavioral, mengaktifkan atau menggerakkan atau meredakan, pembentukan isu
tertentu atau penyelesaiannya, menjangkau atau menyediakan strategi untuk suatu
aktivitas serta menyebabkan perilaku dermawan.
8. Teori Uses and Gratifications (Kegunaan dan Kepuasan)
Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Herbert Blumer dan Elihu Katz (1974).
Teori ini mengatakan bahwa pengguna media memainkan peran aktif untuk memilih
dan menggunakan media tersebut. Dengan kata lain, pengguna media adalah pihak
yang aktif dalam proses komunikasi. Pengguna media berusaha mencari sumber
media yang paling baik di dalam usaha memenhi kebutuhannya. Artinya pengguna
media mempunyai pilihan alternatif untuk memuaskan kebutuhannya.
Elemen dasar yang mendasari pendekatan teori ini (Karl dalam Bungin, 2007): (1)
Kebutuhan dasar tertentu, dalam interaksinya dengan (2) berbagai kombinasi
antara intra dan ekstra individu, dan juga dengan (3) struktur masyarakat,
termasuk struktur media, menghasilkan (4) berbagai percampuran personal
individu, dan (5) persepsi mengenai solusi bagi persoalan tersebut, yang
menghasilkan (6) berbagai motif untuk mencari pemenuhan atau penyelesaian
persoalan, yang menghasikan (7) perbedaan pola konsumsi media dan ( perbedaan
pola perilaku lainnya, yang menyebabkan (9) perbedaan pola konsumsi, yang dapat
memengaruhi (10) kombinasi karakteristik intra dan ekstra individu, sekaligus
akan memengaruhi pula (11) struktur media dan berbagai struktur politik,
kultural, dan ekonomi dalam masyarakat.
9. Teori The Spiral of Silence
Teori the spiral of silence (spiral keheningan) dikemukakan oleh Elizabeth
Noelle-Neuman (1976), berkaitan dengan pertanyaan bagaimana terbentuknya
pendapat umum. Teori ini menjelaskan bahwa terbentuknya pendapat umum
ditentukan oleh suatu proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa,
komunikasi antar pribadi, dan persepsi individu tentang pendapatnya dalam
hubungannya dengan pendapat orang-orang lain dalam masyarakat.
10. Teori Konstruksi sosial media massa
Gagasan awal dari teori ini adalah untuk mengoreki teori konstruksi sosial atas
realitas yang dibangun oleh Peter L Berrger dan Thomas Luckmann (1966, The
social construction of reality. A Treatise in the sociology of knowledge.
Tafsir sosial atas kenyataan: sebuah risalah tentang sosisologi pengetahuan).
Mereka menulis tentang konstruksi sosial atas realitas sosial dibangun secara
simultan melalui tiga proses, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan
internalisasi. Proses simultan ini terjadi antara individu satu dengan lainnya
di dalam masyrakat. Bangunan realitas yang tercipta karena proses sosial
tersebut adalah objektif, subjektif, dan simbolis atau intersubjektif.
11. Teori Difusi Inovasi
Teori difusi yang paling terkemuka dikemukakan oleh Everett Rogers dan para
koleganya. Rogers menyajikan deksripsi yang menarik mengenai mengenai
penyebaran dengan proses perubahan sosial, di mana terdiri dari penemuan,
difusi (atau komunikasi), dan konsekwensi-konsekwensi. Perubahan seperti di
atas dapat terjadi secara internal dari dalam kelompok atau secara eksternal
melalui kontak dengan agen-agen perubahan dari dunia luar. Kontak mungkin
terjadi secara spontan atau dari ketidaksengajaan, atau hasil dari rencana
bagian dari agen-agen luar dalam waktu yang bervariasi, bisa pendek, namun
seringkali memakan waktu lama.
Dalam difusi inovasi ini, satu ide mungkin memerlukan waktu bertahun-tahun
untuk dapat tersebar. Rogers menyatakan bahwa pada realisasinya, satu tujuan
dari penelitian difusi adalah untuk menemukan sarana guna memperpendek
keterlambatan ini. Setelah terselenggara, suatu inovasi akan mempunyai
konsekuensi konsekuensi – mungkin mereka berfungsi atau tidak, langsung atau
tidak langsung, nyata atau laten (Rogers dalam Littlejohn, 1996 : 336).
12. Teori Kultivasi
Program penelitian teoritis lain yang berhubungan dengan hasil sosiokultural
komunikasi massa dilakukan George Garbner dan teman-temannya. Peneliti ini
percaya bahwa karena televisi adalah pengalaman bersama dari semua orang, dan
mempunyai pengaruh memberikan jalan bersama dalam memandang dunia. Televisi
adalah bagian yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari kita. Dramanya,
iklannya, beritanya, dan acara lain membawa dunia yang relatif koheren dari
kesan umum dan mengirimkan pesan ke setiap rumah. Televisi mengolah dari awal
kelahiran predisposisi yang sama dan pilihan yang biasa diperoleh dari sumber
primer lainnya. Hambatan sejarah yang turun temurun yaitu melek huruf dan
mobilitas teratasi dengan keberadaan televisi. Televisi telah menjadi sumber
umum utama dari sosialisasi dan informasi sehari-hari (kebanyakan dalam bentuk
hiburan) dari populasi heterogen yang lainnya. Pola berulang dari pesan-pesan
dan kesan yang diproduksi massal dari televisi membentuk arus utama dari
lingkungan simbolis umum.
Garbner menamakan proses ini sebagai cultivation (kultivasi), karena televisi
dipercaya dapat berperan sebagai agen penghomogen dalam kebudayaan. Teori
kultivasi sangat menonjol dalam kajian mengenai dampak media televisi terhadap
khalayak. Bagi Gerbner, dibandingkan media massa yang lain, televisi telah
mendapatkan tempat yang sedemikian signifikan dalam kehidupan sehari-hari
sehingga mendominasi “lingkungan simbolik” kita, dengan cara menggantikan
pesannya tentang realitas bagi pengalaman pribadi dan sarana mengetahui dunia
lainnya (McQuail, 1996 : 254)
Referensi :
* Fisher, B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi. Penyunting: Jalaluddin
Rakhmat, Penerjemah: Soejono Trimo. Bandung: Remaja Rosdakarya.
* Mulyana, Dedy, 2001, Metodologi Penelitian Kualitatif (Paradigma Baru
Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya). Bandung: Remaja Rosdakarya.
* Buku, jurnal, dan sumber dari internet yang relevan.
Komentar