Langsung ke konten utama

Unggulan

skenario sidang mediasi

Penetapan Penunjukan Mediator : PENETAPAN Nomor : 001/Pdt.G/2015/PS.SNC. Ketua Majelis Pengadilan Semu Syekh Nurjati Cirebon ; Membaca surat gugatan tertanggal 18 Maret 2015 Nomor : 001/Pdt.G/2015/PS.SNC. dalam perkara antara : ROSINAH BINTI VALENTINO ROSSID , sebagai Penggugat ; Melawan : NAHRUL BIN HAYAT , sebagai Tergugat ; Membaca, Penetapan Ketua Pengadilan Semu Syekh Nurjati Cirebon tertanggal 18 Maret 2015 Nomor : 001/Pdt.G/2015/PS.SNC. tentang Penunjukan Majelis Hakim; Membaca, Penetapan Ketua Majelis Hakim Pengadilan Semu Syekh Nurjati Cirebon tertanggal 18 Maret 2015 Nomor : 001/Pdt.G/2015/PS.SNC. tentang Penetapan Hari Sidang ; Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Penggugat dan Tergugat hadir di persidangan ; Menimbang, bahwa dalam usaha mendamaikan para pihak sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 130 HIR/154 RBg dan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Ketua Majlis Hakim menerang...

skripsi-“Pemikiran Hukum Yusuf Qardhawi tentang Sanksi bagi Muzakki yang Tidak Membayar Zakat”.


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Sebagai salah satu rukun Islam, zakat memiliki ketentuan khusus yang terdapat di dalamnya. Ia memiliki mekanisme, jenis, sasaran, dan waktu tertentu yang keseluruhannya dijelaskan secara detail dalam teks-teks Islam, baik yang bersumber pada Al-Qur’an, hadits, maupun hasil ijtihad para ulama.[1]
Zakat adalah hak tertentu yang diwajibkan Allah terhadap harta kaum muslimin yang di peruntukkan bagi fakir miskin dan mustahik lainnya, sebagai tanda syukur atas nikmat Allah dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya serta membersihkan diri dari hartanya.[2]
Sedangkan secara istilah, meskipun para ulama mempunyai redaksi masing-masing terhadap zakat, tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah wajibkan kepada pemiliknya untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.[3]
Zakat merupakan salah satu kewajiban bagi umat Islam yang memiliki dua sisi nilai. Sisi nilai yang pertama adalah berhubungan dengan nilai pembersihan diri dan harta benda bagi umat yang melaksanakan zakat. Hal ini didasarkan pada tujuan dari pelaksanaan zakat tersebut, yakni membersihkan diri dan membersihkan harta benda. Sedangkan sisi nilai yang kedua adalah sisi nilai ibadah sosial, yakni ibadah yang ditujukan untuk perbaikan keadaan sosial.[4]
Meski berstatus sebagai ibadah sosial, zakat berbeda dengan infaq maupun shadaqah lainnya. Dalam pelaksanaan zakat terdapat ketentuan bagi orang yang melaksanakan zakat (muzakki) dan orang yang akan menerima zakat (mustahik). Bagi muzakki, selain beragama Islam, syarat yang harus terpenuhi untuk pelaksanaan zakat adalah batasan jumlah harta dan waktu kepemilikan harta.[5]
Sebagai salah satu rukun atau sendi agama Islam, zakat diambil dari harta umat Islam, sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 103 yang berbunyi:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ
Artinya: “Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka…”. (Q.S. At-Taubah ayat 103).[6]
Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW menegaskan mengenai  kedudukan zakat yaitu:
بــــــــــني الإسلام على خمس شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا عبده ورسوله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان. (رواه مسلم)
Artinya: “Islam didirikan di atas lima dasar yaitu mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan sholat, membayar zakat, berpuasa di bulan Romadlon, dan berhaji bagi siapa yang mampu”. (muttafaq alaihi).[7]
Zakat merupakan kewajiban setiap muslim yang memenuhi syarat untuk mengeluarkan sebagian pendapatan atau harta yang dimilikinya sesuai ketentuan syariat Islam, guna diberikan kepada berbagai unsur masyarakat yang berhak menerimanya. Zakat juga disebut sebagai ibadah maaliyah ijtimaiyah. Zakat memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat.[8] Sebagai suatu ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun dari rukun Islam yang lima, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai teks riwayat hadits Nabi,[9] sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’lum min ad diin bi adh dharurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari ke-Islaman seseorang.[10]
Dalam pelaksanaan zakat tidak seperti ibadah-ibadah lainnya yang telah dibakukan dengan nash yang penerapannya dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, oleh masing-masing pelaku ibadah. Ibadah zakat selain dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT, juga akan dipertanggungjawabkan  kepada pemerintah maupun kepada masyarakat, oleh karena itu dalam pengamalan pelaksanaan zakat lebih berat di banding ibadah-ibadah yang lain. Selain itu ditetapkan pula sanksi bagi mereka yang membangkang mengeluarkan zakatnya. Pembangkang ibadah zakat dapat dikenakan sanksi keras dan berganda, sanksi di dunia dan di akhirat, karena pembangkan zakat ini telah melakukan kesalahan ganda pula, yaitu kesalahan kepada Allah SWT, dan kesalahan kepada orang-orang yang mempunyai hak dalam hartanya itu.[11]
Zakat juga merupakan indikator utama bagi pembayarnya sebagai bentuk ketundukan seseorang kepada ajaran Islam.[12] Selain itu, Allah menjamin bagi siapa saja yang menunaikan zakat akan memperoleh kebahagiaan.[13] Dalam surat dan ayat yang lain (At-Taubah ayat 34-35) Allah mengancam bagi mereka yang sengaja meninggalkan perintah wajib zakat. Oleh sebab itu khalifah Abu Bakar  ash-Shiddiq bertekad memerangi kaum yang menjalankan shalat, namun enggan mengeluarkan zakat.[14] Ketegasan sikap dari Khalifah Al-Rasyidin pertama ini menunjukkan bahwa perbuatan meninggalkan zakat merupakan suatu kedurhakaan, sehingga apabila dibiarkan akan dapat memunculkan berbagai macam kedurhakaan dan kemaksiatan lain.
Menurut Yusuf Qardhawi sanksi yang sepatutnya diberikan kepada muzakki yang melanggar kewajiban membayar zakat bisa berupa sanksi yang ringan sampai kepada sanksi yang paling berat. Sanksi yang ringan berupa teguran atau peringatan kepada muzakki agar ia menyadari kewajibannya untuk segera menunaikan zakat. Apabila peringatan itu tidak mempan, maka digiringlah ia secara paksa dengan cambuk hukum dan senjata penguasa agar melaksanakan kewajibannya tersebut.[15]
Berdasakan dari latar belakang masalah tersebut maka penulis ingin melakukan studi terhadap pemikiran Yusuf Qardhawi mengenai sanksi bagi muzakki yang tidak membayar zakat. Dalam hal ini penulis mengangkat judul skripsi: “Pemikiran Hukum Yusuf Qardhawi tentang Sanksi bagi Muzakki yang Tidak Membayar Zakat.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang masalah di atas, maka agar permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan skripsi ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan, maka yang menjadi perumusan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut:       
1.      Bagaimana Pemikiran hukum Yusuf Qardhawi tentang sanksi bagi muzakki yang tidak mau membayar zakat?
2.      Bagaimana alasan epistemologis Yusuf Qardhawi tentang sanksi bagi muzakki yang tidak membayar zakat?
C.    Tujuan dan Kegunaan
1.      Tujuan
Bertitik tolak dari pokok permasalahan di atas, maka skripsi ini memiliki tujuan utama yaitu:
Untuk mengetahui pemikiran hukum Yusuf Qardhawi tentang sanksi yang diberikan pada muzakki yang tidak mau membayar zakat, dan mengetahui alasan epistemologis Yusuf Qardhawi tentang sanksi bagi muzakki yang tidak membayar zakat.
2.      Kegunaan Penelitian
Kegunaan dan manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan skripsi ini adalah:
  1. Menambah khazanah keilmuan Islam dalam bidang hukum dalam kaitannya dengan perbandingan hukum positif di Indonesia dalam soal permasalahan zakat.
b.      Menjadi bahan masukan bagi para pengambil kebijakan publik maupun pihak-pihak terkait dalam mengambil kebijakan seputar permasalahan zakat.
D.    Tinjauan Pustaka
Kajian mengenai studi tentang zakat ini banyak ditemui di berbagai literatur yang membahas dan berbagai permasalahan didalamnya juga banyak ditemui, baik yang menggunakan bahasa arab maupun bahasa Indonesia. Banyak juga orang yang mengkaji studi atau pandangan pemikiran tentang zakat dan aspek-aspeknya yang berkaitan dengan zakat. Namun sepanjang sepengetahuan penulis, masalah sanksi bagi muzakki yang melanggar kewajiban membayar zakat, hanya satu yang penulis temukan. Yaitu: Skripsi yang disusun oleh Indrawati[16] pada tahun 2005 yang mengangkat judul: Sanksi bagi Muzakki yang Melanggar Kewajiban Membayar Zakat dalam Perspektif Dr. Yusuf Al Qardhawi, skripsi tersebut menjelaskan pokok-pokok pikiran Dr. Yusuf Qardhawi tentang pentingnya sanksi yang seharusnya diberikan kepada muzakki atau orang kaya yang sudah berkewajiban menunaikan zakat tetapi tidak mau membayarkan zakatnya. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti masalah ini dengan kajian yang berbeda dari kajian-kajian sebelumnya.
E.     Metode Penelitian
Soerjono Soekanto menyatakan bahwa metodologi merupakan suatu unsur yang mutlak harus ada di dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.[17] bahkan ada yang mengidentikkan keseluruhan penelitian itu adalah aplikasi dari metode-metode yang telah ditentukan.
1.      Jenis Penelitian  
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan, yaitu dengan jalan melakukan penelitian terhadap sumber-sumber tertulis, maka penelitian ini bersifat kualitatif.[18] Dalam penelitan ini dilakukan dengan mengkaji dokumen atau sumber tertulis seperti kitab/buku, majalah, dan lain-lain.
2.      Sumber Data
Sumber data merupakan subyek dari mana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber-sumber data sebagai berikut:
a.       Data Primer 
Data primer yaitu data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya.[19] Sumber primer yang digunakan adalah Fiqhuz Zakat karangan Yusuf Qardhawi. Yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Salman Harun, Didin Hafidhuddin dan Hasanuddin yang berjudul “Hukum Zakat”.
b.      Data Sekunder
Yaitu jenis data yang dapat dijadikan sebagai pendukung data pokok. Sumber data sekunder yang akan penulis gunakan yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dari perpustakaan atau pengumpulan data pustaka dari buku-buku yang digunakan sebagai acuan dan relevansinya dalam masalah yang sedang penyusun teliti. Dan juga sumber-sumber lain atau data tertentu yang diperoleh dari pendapat-pendapat personil yang tertulis dalam media masa tertentu yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas seperti: Jurnal, Majalah, Buletin dan yang lainnya.
3.      Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan teknik dokumentasi yaitu dengan meneliti sejumlah kepustakaan, dan kepustakaan yang dimaksud antara lain: kitab, buku-buku, hasil penelitian, jurnal, internet, dan literatur yang digunakan tidak terbatas hanya pada buku-buku tapi berupa bahan dokumentasi, agar dapat ditemukan berbagai teori hukum, dalil, pendapat, guna menganalisa masalah.
4.      Metode Analisis Data
Analisis data ialah proses pengolahan atau penguraian data dari data mentah menjadi data yang dapat ditafsirkan dan dipahami secara lebih spesifik dan diakui dalam perspektif ilmiah yang sama.[20] Metode analisa data yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah logika deduksi, yaitu logika berfikir yang bertumpu pada kaidah-kaidah umum yang ada dan hasilnya dapat memecahkan persoalan khusus, yaitu pemikiran sang tokoh.
F.     Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian adalah metode atau cara mengadakan penelitian.[21] Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang didasarkan pada ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits serta pendapat para ulama yang dikaji dengan kaidah fiqhiyah ma’nawiyah yaitu pemahaman beberapa teks melalui makna-makna kebisaannya bukan dengan makna kebahasaanya, dan menggunakan pendekatan sosio historis, dengan mengkaji latar belakang kehidupan dari tokoh yang diangkat dalam hal ini adalah Yusuf Qardhawi, agar dapat diketahui sejauh mana orisinalitas dan pengaruhnya terhadap pemikiran tokoh tersebut.
G.    Sistematika Penulisan
Agar penulisan ini dapat lebih terarah dan sistematis, maka penulis akan membagi sistematika penulisan skripsi ini menjadi lima bab:
Bab I    :   Pendahuluan, bab ini membahas tentang latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II   :  Tinjauan umum tentang zakat. Dalam bab ini dibahas mengenai konsep zakat dalam Islam dan kedudukan zakat dalam Islam.
Bab III  :  Biografi Tokoh, dalam bab ini dibahas mengenai biografi Yusuf Qardhawi, dan konsep sanksi hukum bagi muzakki yang tidak membayar zakat menurut Yusuf Qardhawi.
Bab IV :   Dalam bab ini akan dijelaskan tentang analisis Pemikiran hukum Yusuf Qardhawi tentang sanksi bagi muzakki yang tidak mau membayar zakat, dan alasan epistemologis Yusuf Qardhawi tentang sanksi bagi muzakki yang tidak membayar zakat. 
Bab V   :  Merupakan penutup meliputi kesimpulan, saran-saran, dan penutup.



[1] Kementerian Agama RI, Standarisasi Amil Zakat di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Pemberdayaan Zakat, 2012), hal. 6
[2] M. Ali Hasan, Zakat dan Infak Salah Satu Mengatasi Problema Sosial di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 81
[3] Didin Hafiduddin, Anda Bertanya tentang Zakat, Infak, dan Sedekah Kami Menjawab, Cet. I, (Jakarta: BAZNAS 2005), hal. 17
[4] Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 82
[5] Batasan jumlah harta dikenal dengan istilah nishab, sedangkan batasan waktu disebut haul. Lihat dalam Depag RI, Pedoman Zakat, (Jakarta: Direktorat Pengembangan Zakat dan Wakaf Dirjen Bimas Islam Dan Penyelenggara Haji, 2012), hal. 117
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Al-Jumanatul ‘Ali, (Bandung: CV Penerbit Jumanatul ‘Ali Art, 2005), hal. 203
[7] Yusuf Qardhawi, Fiqhuz-Zakat, Terj. Salman Harun dan Didin Hafidhuddin, Hukum Zakat: Studi Komparatif mengenai Status dan Filsafat Zakat Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits, Cet. II, (Bogor: Litera Antar Nusa, 1987), hal. 73
[8] Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal. 1
[9] Diantaranya dalam hadits riwayat Muslim dari Abdullah bin Umar, Shahih Muslim, (Riyadl: Dar el Salam,1419 H), hal. 683
[10] Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat…, hal. 71
[11] Abdurrahman Qadir, Zakat dalam Dimensi Mahdhah dan sosial…, hal. 86
[12] Surat At-Taubah ayat 5 dan 11
[13] Surat Al-Mu’minun ayat 4
[14] Abu Bakar Jabir al-Jazaari, Minhajul Muslim, Terj: Ensiklopedi Muslim, (Yogyakarta: Putra Media, 2007), hal. 320
[15] Yusuf Qardhawi, Hukum Zakat..., hal. 76
[16] Indrawati, Sanksi Bagi Muzakki yang Melanggar Kewajiban Membayar Zakat dalam Perspektif  Dr. Yusuf Al Qardhawi, Skripsi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2005)
[17] Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 7 
[18] Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum..., hal. 21-22
[19] Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal. 84
[20] Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012), hal. 158
[21] Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rieneka Cipta, 2002), hal. 23

Komentar

Postingan Populer