PENGERTIAN KOMUNIKASI
ANTAR BUDAYA
Definisi
yang pertama dikemukakan didalam buku “Intercultural Communication: A Reader”
dimana dinyatakan bahwa komunikasi
antar budaya (intercultural communication) terjadi apabila sebuah pesan
(message) yang harus dimengerti dihasilkan oleh anggota dari budaya tertentu
untuk konsumsi anggota dari budaya yang lain (Samovar & Porter, 1994, p.
19).
Definisi lain diberikan oleh Liliweri bahwa proses komunikasi antar budaya
merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan
oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda (2003,
p. 13). Apapun definisi yang ada mengenai komunikasi antar budaya
(intercultural communication) menyatakan bahwa komunikasi antar budaya terjadi
apabila terdapat 2 (dua) budaya yang berbeda dan kedua budaya tersebut sedang
melaksanakan proses komunikasi.
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan
komunikasi atau yang juga dikenal sebagai communication barrier adalah segala
sesuatu yang menjadi penghalang untuk terjadinya komunikasi
yang efektif (Chaney & Martin, 2004, p. 11).
Contoh dari hambatan
komunikasi antabudaya adalah kasus anggukan kepala, dimana di Amerika Serikat
anggukan kepala mempunyai arti bahwa orang tersebut mengerti sedangkan di
Jepang anggukan kepala tidak berarti seseorang setuju melainkan hanya berarti
bahwa orang tersebut mendengarkan. Dengan memahami mengenai komunikasi antar
budaya maka hambatan komunikasi (communication barrier) semacam ini dapat kita
lalui.
Jenis-Jenis
Hambatan Komunikasi Antar Budaya
Hambatan komunikasi
(communication barrier) dalam komunikasi antar budaya (intercultural
communication) mempunyai bentuk seperti sebuah gunung es yang terbenam di dalam
air. Dimana hambatan komunikasi yang ada terbagi dua menjadi yang diatas air
(above waterline) dan dibawah air (below waterline). Faktor-faktor hambatan
komunikasi antar budaya yang berada dibawah air (below waterline) adalah
faktor-faktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan semacam
ini cukup sulit untuk dilihat atau diperhatikan. Jenis-jenis hambatan semacam
ini adalah persepsi (perceptions), norma (norms), stereotip (stereotypes),
filosofi bisnis (business philosophy), aturan (rules),jaringan (networks),
nilai (values), dan grup cabang (subcultures group).
Sedangkan terdapat 9 (sembilan) jenis hambatan komunikasi
antar budaya yang berada diatas air (above waterline). Hambatan komunikasi
semacam ini lebih mudah untuk dilihat karena hambatan-hambatan ini banyak yang
berbentuk fisik.
Hambatan-hambatan tersebut adalah (Chaney & Martin,
2004, p. 11 – 12):
1. Fisik (Physical)
Hambatan komunikasi semacam ini berasal dari hambatan
waktu, lingkungan, kebutuhan diri, dan juga media fisik.
2. Budaya (Cultural)
Hambatan ini berasal dari etnik yang berbeda, agama, dan
juga perbedaan sosial yang ada antara budaya yang satu dengan yang lainnya.
3. Persepsi (Perceptual)
Jenis hambatan ini muncul dikarenakan setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai suatu hal. Sehingga untuk
mengartikan sesuatu setiap budaya akan mempunyai pemikiran yang berbeda-beda.
4. Motivasi (Motivational)
Hambatan semacam ini berkaitan dengan tingkat motivasi
dari pendengar, maksudnya adalah apakah pendengar yang menerima pesan ingin
menerima pesan tersebut atau apakah pendengar tersebut sedang malas dan tidak
punya motivasi sehingga dapat menjadi hambatan komunikasi.
5. Pengalaman (Experiantial)
Experiental adalah jenis hambatan yang terjadi karena
setiap individu tidak memiliki pengalaman hidup yang sama sehingga setiap
individu mempunyai persepsi dan juga konsep yang berbeda-beda dalam melihat
sesuatu.
6. Emosi (Emotional)
Hal ini berkaitan dengan emosi atau perasaan pribadi dari
pendengar. Apabila emosi pendengar sedang buruk maka hambatan komunikasi yang
terjadi akan semakin besar dan sulit untuk dilalui.
7. Bahasa (Linguistic)
Hambatan komunikasi yang berikut ini terjadi apabila
pengirim pesan (sender)dan penerima pesan (receiver) menggunakan bahasa yang
berbeda atau penggunaan kata-kata yang tidak dimengerti oleh penerima pesan.
8. Nonverbal
Hambatan nonverbal adalah hambatan komunikasi yang tidak
berbentuk kata-kata tetapi dapat menjadi hambatan komunikasi. Contohnya adalah
wajah marah yang dibuat oleh penerima pesan (receiver) ketika pengirim pesan
(sender) melakukan komunikasi. Wajah marah yang dibuat tersebut dapat menjadi
penghambat komunikasi karena mungkin saja pengirim pesan akan merasa tidak
maksimal atau takut untuk mengirimkan pesan kepada penerima pesan.
9. Kompetisi (Competition)
Hambatan semacam ini muncul apabila penerima pesan sedang
melakukan kegiatan lain sambil mendengarkan. Contohnya adalah menerima telepon
selular sambil menyetir, karena melakukan 2 (dua) kegiatan sekaligus maka
penerima pesan tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikan melalui telepon
selularnya secara maksimal.
Tema pokok yang sangat membedakan studi KAB dari studi
komunikasi lainnya ialah derajat perbedaan, latarbelakang, pengalaman yang
relatif besar antara para komunikator, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan
kebudayaan. Sebagai asumsi dasar adalah bahwa di antara individu-individu
dengan kebudayaan yang sama umumnya terdapat kesamaan (homogenitas) yang lebih
besar dalam hal latar belakang pengalaman secara keseluruhan dibandingkan
dengan mereka yang berasal dari kebudayaan berlainan.
Perbedaan-perbedaan kebudayaan antara para pelaku komunikasi
ini serta perbedaan lainnya, spserti kepribadian individu, umur, penampilan
fisik, menjadi permasalahan inheren dalam proses komunikasi manusia.
Dengan sifatnya yang demikian, KAB dianggap sebagai perluasan dari
bidang-bidang studi komunikasi manusia, seperti komunikasi antarpribadi,
komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Dalam perkembangannya
teori KAB telah menghasilkan sejumlah defenisi, diantaranya adalah:
- Komunikasi
antar budaya adalah seni untuk memahami dan dipahami oleh khalayak yang
memiliki kebudayaan lain. (Sitaram, 1970)
- Komunikasi
bersifat budaya apabila terjadi diantara orang-orang yang berbeda
kebudayaan. (Rich, 1974)
- Komunikasi
antarbudaya adalah komunikasi yang terjadi dalam suatu kondisi yang
menunjukan adanya perbedaan budaya seperti bahasa, nilai-nilai, adat,
kebiasaan. (Stewart, 1974)
- Komunikasi
antarbudaya menunjuk pada suatu fenomena komunikasi di mana para
pesertanya memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam
suatu kontak antara satu dengan lainnya, baik secara langsung atau tidak
langsung. (Young Yung Kim, 1984)
Dari defenisi tersebut nampak jelas penekanannya pada
perbedaan kebudayaan sebagai faktor yang menentukan dalam berlangsungnya proses
komunikasi dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Karena itu dua konsep
terpenting di sini adalah kontak dan komunikasi merupakan ciri yang membedakan
studi KAB dari studi-studi antropologi dan psikologi lintas budaya yang
berupaya mendeskripsikan kebudayaan-kebudayaan antarbudaya.
Sejauh ini upaya pemerhati KAB lebih banyak diarahkan
pada aspek intracultural atau pun crosscultural, buakan studi-studi
intercultural dari komunikasi. Sebagaimana tradisi penelitian antropologi
dan psikologi lintas budaya (cross-cultural psycology), kebanyakan dari
kegiatan penelitian memusatkan perhatian pada ; pola-pola komunikasi dalam
kebudayaan-kebudayaan tertentu, studi komparatif lintas budaya mengenai
fenomena-fenomena komunikasi.
Dimensi Komunikasi antar-budaya
Untuk mencari kejelasan dan mengintegrasikan
berbagai konseptualisasi tentang kebudayaan dalam konteks KAB, ada tiga dimensi
yang perlu diperhatikan:
1) Tingkat
masyarakat kelompok budaya dari partisipan;
2) Konteks sosial
tempat terjadinya KAB;
3) Saluran yang
dilalui oleh pesan-pesan KAB (baik yang verbal maupun non-verbal).
Dimensi pertama menunjukan
bahwa istilah kebudayaan telah digunakan untuk merujuk pada macam-macam tingkat
lingkupan dan kompleksitas dari organisasi sosial. Umumnya istilah
kebudayaan mencakup beberapa pengertian sebagai berikut:
a) Kawasan di
dunia, misalnya; budaya Timur, budaya Barat.
b)
Subkawasan-kawasan di dunia, budaya Amerika Utara, Asia Tenggara.
c)
Nasional/negara, misalnya budaya Indonesia, budaya Perancis, budaya Jepang.
d) Kelompok-kelompok
etnik-ras dalam negeri seperti, Cina, Jawa, Negro
e) Macam-macam
subkelompok sosiologis berdasarkan kategori jenis kelamin, kelas sosial (budaya
hippiis, budaya kaum gelandangan, budaya penjara)
Dimensi kedua menyangkut Konteks Sosial, meliputi bisnis,
organisasi, pendidikan, akulturasi imigran politik, konsultasi terapi,
dsb. Komunikasi dalam semua konteks sosial tersebut pada dasarnya memilih
persamaan dalam hal unsur-unsur dasar an proses komunikasi (misalnya
menyangkut penyampaian, penerimaan dan pemrosesan). Tetapi adanya
pengaruh kebudayaan yang tercakup dalam latarbelakang pengalaman individu
membentuk pola-pola persepsi pemikiran, penggunaan pesan-pesan verbal dan
non-verbal serta hubungan-hubungan antaranya. Maka variasi kontekstual misalnya;
komunikasi antara orang Indonesia dengan Jepang dalam suatu transaksi dagang
akan berbeda dengan interaksi dalam peran sebagai dua orang
mahasiswa. Dengan demikian, konteks sosial memberikan tempat khusus pada
para partisipan, hubungan-hubungan antarperan, ekspektasi-ekspektasi,
norma-norma dan aturan tingkah laku yang khusus.
Dimensi ketiga berkaitan dengan saluran
komunikasi. Dimensi ini menunjukanm tentang saluran apa yang dipergunakan
dalam KAB. Secara garis besar saluran dapat dibagi atas:
Bersama-sama dengan dua dimensi sebelumnya, saluran
komunikasi juga mempengaruhi proses dan hasil keseluruhan dari KAB.
Misalnya orang Indonesia menonton melalui TV keadaan kehidupan di Afrika, akan
memiliki pengalaman yang berbeda dengan keadaan, apabila ia sendiri berada di
sana dan melihat dengan keala sendiri. Umumnya pengalaman antarpribadi
dianggap dapat memberikan dampak yanng lebih mendalam.
Ketiga dimensi di atas dapat digunakan secara terpisah
ataupun bersamaan, dlam mengklasifikasi fenomena KAB. Misalnya kita dapat
mengambarkan komunikasi antara presiden Indonesia dengan dubes baru dari
Nigeria sebagai komunikasi internasional, antarpribadi dalam konteks
politik. Maka apapun tingkat keanggotaan kelompok konteks sosial dan
saluran komunikasi, komunikasi dianggap antarbudaya apabila para komunikator
yang menjalin kontak dan interaksi mempunyai latarbelakang pengalaman budaya
berbeda.
Hubungan Tmbal Balik antara Komunikasi dengan
Kebudayaan
Unsur-unsur pokok yang mendasari proses komunikasi
antarbudaya adalah konsep-konsep tentang ‘kebudayaan’ dan ‘komunikasi’.
Hal ini ditekankan oleh Sarbaugh (1979) yang menyatakan bahwa pengertian
tentang komunikasi antarbudaya memerlukan suatu pemahaman tentang konsep-konsep
komunikasi dan kebudayaan serta adanyasaling ketergantungan antar
keduanya. Saling ketergantungan ini dapat terbukti apabila disadari
bahwa:
1) Pola-pola
komunikasi yang khas dapat berkembang atau berubah dalam suatu keompok
kebudayaan tertentu;
2) Kesamaan
tingkah laku antara satu generasi dengan generasi berikutnya hanya dimungkinkan
berkat digunakannya sarana-sarana komunikasi.
Sementara Smith (1966) menerangkan hubungan yang tidak
terpisahkan antara komunikasi dan budaya sebagai berikut:
1) Kebudayaan
meruakan suatu kode atau kumpulan peraturan yang dipelajari dan dimiliki
bersama.
2) Untuk
mempelajari dan memiliki bersama diperlukan komunikasi, sedangkan komunikasi
memerlukan kode-kode dan lambang-lambang yang harus dipelajari dan dimiliki
bersama.
Untuk lebih mengerti hubungan komunikasi dengan
kebudayaan bisa ditinjau dari sudut pandang perkembangan masyarakat,
perkembangan kebudayaan, dan peranan komunikasi dalam proses perkembangan
tersebut. Perkembangan mencerminkan hubungan terus menerus dan
berlangsung dan di mana simbol dan lambang berlangsung dalam proses resiprokal
(timbal-balik) antara orang-orang didalamnya.
Unsur-unsur Kebudayaan
Karena kebudayaan memberikan identitas pada sekelompok
manusia, maka muncul suatu persoalan yakni bagaimana cara kita mengidentifikasi
aspek-aspek atau unsur-unsur kebudayaan yang membedakan satu kelompok
masyarakat budaya dari kelompok masyarakat budaya lainnya. Samovar
(1981) membagi berbagai aspek kebudayaan kedalam tiga pembagian besar
unsur-unsur sosial budaya yang secara langsung sangat mempengaruhi penciptaan
makna untuk persepsi, yang selanjutnya menentukan tingkah laku komunikasi.
Pengaruh-pengaruh terhadap komunikasi ini sangat
beragam dan mencakup semua segi kegiatan sosial manusia. Dalam proses KAB
unsur-unsur yang sangat menentukan ini bekerja dan berfungsi secara terpadu
bersama-sama seperti komponen dari suatu sistem stereo, karena masing-maasing
saling membutuhkan dan berkaitan. Tetapi dalam penelaahan, unsur-unsur
tersebut dipisah-pisahkan agar dapat diidentifikasi dan ditinjau secara satu
persatu. Unsur-unsur sosial budaya tersebut adalah:
1) Sistem
keyakinan, nilai dan sikap.
2) Pandangan hidup
tentang dunia.
3) Organisasi
sosial.
Pengaruh ketiga unsur kebudayaan tersebut pada makna
untuk persepsi terutama pada aspek individual dan subjektifnya. Kita
semua mungkin akan mlihat suatu obbjek atau peristiwa sosial yanng sama dan
memberikan makna objektif yang sama, tetapi makna individualnya tidak mustahil
akan berbeda. Misalnya orang Amerika dengan Arab sepakat menyatakan seseorang
wanita berdasarkan wujud fisiknya. Tetapi kemungkinan besar keduanya akan
berbeda pendapat tentang bagaimana wanita itu dalam makna sosialnya.
Orang Amerika memandang nilai kesetaraan antara pria dengan wanita, sementara
orang Arab memendang wanita cenderung menekankan wanita sebagai ibu rumah
tangga.
Peranan Persepsi Dalam komunikasi Antar Budaya
Persepsi individu mengenai dunia sekelilingnya, orang,
benda, dan peristiwa mempengaruhi berlangsungnya KAB. Pemahaman dan
penghargaan akan perbedaan persepsi diperlukan jika ingin meningkatkan
kemampuan menjalin hubungan dengan orang yang berbeda budaya. Kita harus
belajar memahami referensi perseptual mereka, sehingga kita akan mampu
memberikan reaksi yang sesuai dengan ekspektasi dalam budaya mereka.
Karenanya pengertian secara umum tentang persepsi diperlukan sebagai landasan
memahami hubungan antara kebudayaan dan persepsi.
Persepsi merupakan proses internal yang dilalui
individu dalam menseleksi, dan mengatur stimuli yang datang dari luar.
Secara sederhana persepsi dapat dikatakan sebagai proses individu dalam
melakukan kontak/hubungan dengan dunia sekelilingnya. Dengan cara
mendengar, melihat, meraba, mencium dan merasa kita dapat mengenal lingkungan
dan sadar apa yang terjadi di luar diri kita. Apa yang terjadi sebenarnya
ialah bahwa kita menciptakan bayang-bayang internal tentang objek fisik dan
sosial serta peristiwa-peristiwa yang dihadapi dalam lingkungan. Dalam
hal ini masing-masing individu berusaha untuk memahami lingkungan melalui
pengembangan struktur, stabilitas, dan makna bagi persepsinya.
Pengembangan ini mencakup kegiatan-kegiatan internal yang mengubah sistem
stimuli menjadi impuls-impuls (rangsangan) yang bergerak melalui sistem syaraf
ke otak, serta mengubahnya lagi ke dalam pengalaman-pengalaman yang
bermakna. Kegiatan internal perseptual ini dipelajari. Setiap orang
lahir sudah dengan alat-alat fisik yang penring bagi persepsi, seperti halnya
dengan alat untuk mampu berjalan. Dalam hal ini orang haru belajar untuk
mencapai kemampuan tersebut. Secara umum proses persepsi melibatkan tiga
aspek :
1. struktur
jika kita menutup mata, memalingkan muka dan dan
kemudian membuka mata, kita akan melihat lingkungan yanng terstruktur dan
terorganisasikan. Apa yang kita hadapi mempunyai bentuk, ukuran, tekstur,
warna, intensitas, dll. Bayangan kita mengenai lingkungan merupakan hasil
dari kegiatan kita secara aktif memproses informasi, yang mencakup seleksi dan
kategorisasi input/masukan. Kita mngembangkan kemampuan membentuk
struktur ini dengan mempelajari kategorisasi-kategorisasi untuk memilah-milah
stimjulasi eksternal.
Kategorisasi untuk mengkalsifikasikan lingkungan ini
dapat berbeda-beda antara orang yang satu dengan lainnya. Kategori
tergantung pada sejarah pengalaman dan pengetahuan kita. Misalnya kata ‘rumah”
konsep fisiknya akan berbeda antara orang asia dengan orang eskimo.
Objek-objek sosial dan fisik juga akan mempunyai
struktur yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhan saat itu. Fungsi
misalnya bisa digunakan sebagai kategori. Dalam membeli pena kita
mempunyai beberpa kategori seperti warna, ukuran dseb.
2.
stabilitas
dunia realitas yanng berstruktur tadi mempunyai
kelanggengan, dalam arti tidak selalu berubah-ubah. Melalui pengalaman
kita mengetahui bahwa tingi/besar seseorang tetap , walajupun dari bayangan
terfokus pada mata kita berubah seiring dengan perbedaan jarak. Walaupun
alat-alat panca indera kita sangat sensitif, kita mampu untuk secara intern
menghaluskan perbedaan-perbedaan atau perubahan-perubahan dari input sehingga
dunia luar tidak berubah-ubah.
3. makna
persepsi bermakna dimungkinkan karena
persepsi-persepsi terstruktur dan stabil tidak terasingkan/terlepas satu sama
lain, melainkan berhubungan setelah selang beberapa waktu. Jika tidak,
maka setiap masukan yang sifatnya perseptualakan ditangkap sebagai sesuatu yang
baru. Dan akibatnya kita akan selalu berada dalam keadaan
heran/terkejut/aneh dan gtiak ada yag nampak familiar bagi kita.
Makna berkembang dari pelajaran dan pengalaman kita
masa lalu, dan dalam kegiatan yang ada tujuannya. Kita belajar
mengemangkan aturan-atruan bagi usaha dan tujuan yang ingin dicapai.
Dengan atruan-aturan ini kita kita bertindak sebagai pemroses aktif dari
stimulasi kita mengkategorisaikan peristiwa-peristiwa di masa lalau dan
sekarang. Kita menjadi pemecah masalah yang aktif dalam usaha mencari makna
dari lingkunagan kita. Artinya, kita belajar untuk memberi makna pada
persepsi-persepsi kita yang dianggap masuk akal jika dihubungkan dengan
pengalaman masa lalu, tindakan dan tujuan masa sekarang, dan antisipasi kita
tentang masa depan.
Suatu hal yang pokok dalam makna ini adalah sistem
kode bahasa. Dengan kemampuan bahasa, kita dapat menangkap stimulasi
eksternal dan menghasilkan makna dengan memberi warna dan merumuskan
kategorinya. Dengan memberi kode secara linguistik pada pengalaman-pengalaman,
kita dapat mengingat, memanipulasi, dan membagi bersama dengan orang lain,
serta menghubungkan mereka pada pengalaman-pengalaman lain melalui penggunaan
kata-kata yang mencerminkan pengalaman-pengalaman itu. Makna, karenanya,
tidak dapat dilepaskan dari kemampuan bahasa dan tergantung pada penggunaan kta
atas kata-kata yang dapat memberi gambaran secara tepat
Dimensi-dimensi Persepsi
Kita telah membahas sebelumnya bahwa persepsi tentang
lingkungan fisik dan sosial merupakan kegiatan internal dalam menangkap stimuli
dan kemudian memrosesnya melalui sistem syaraf dan otak sampai akhirnya
tercipta struktur, stabilitas, dan makna darinya. Untuk memahami
bekerjanya proses tersebut, kita harus menyadari akan adanya dua dimensi pokok
fundamental dari persepsi:
1) Dimensi fisik
(mengatur/mengorganisasi)
2) Dimensi
psikologis (menafsirkan).
Kedua dimensi ini secara bersama-sama bertanggungjawab
atas hasil-hasil persepsi, sehingga pengertian tentangnya akan memberi gambaran
tentang bagaimana persepsi terjadi.
1) Dimensi
Persepsi secara Fisik
Sekaliun dimensi fisik ini merupakan tahp penting dari
persepsi, tetapi untuk tujuan kita mempelajari KAB, hanya merupakan tahap
permulaan dan tidak berapa perlu untuk terlali didalami. Dimensi ini
menggambarkan perolehan kita akan informasi tentang dunia luar. Tahap
permulaan ini mencakup karateristik-karakteristik stimuli yang berupa energi,
hakikat dan fungsi mekanisme penerimaan manusia (mata, telinga, hidung, mulut,
dan kulit) serta transmisi data melalui syaraf menuju otak, untuk kemudian
diubah ke dalam bentuk yang bermakna.
Bagaimana bekerjanya anggota tubuh manusia pada tahap
ini dapat dikatakan sama antara satu orang dengan orang lainnya, baik yang
berasal dari kebudayaan yang sama ataupun berbeda. Karena setiap orang
pada dasarnya memiliki mekanisme anatomis dan biologis yang sama, yang
menghubungkan mereka dengan lingkungannya.
2) Dimensi
Persepsi secara Psikologis
Dibandingkan denga penanganan stimuli secara fisik,
keadaan individu (seperti kepribadian, kecerdasan, pendidikan, emosi,
keyakinan, nilai, sikap, motivasi dan lain-lain) mempunyai dampak yang jauh
lebih menentukan terhadap persepsi mengenai lingkungan dan perilaku.
Dalam tahap ini, setiap individu menciptakan struktur, stabilitas, dan makna
dalam persepsinya, serta memberikan sifat yang pribadi dan penafsiran mengenai
dunia luar.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita menerima begitu
sbanyak masukan pesan. Misalnya ketika membaca buku, selain kata-kata
yang ada dalam buku tersebut, kita juga akan menerima pesanlainnya seperti suhu
udara dalam ruangan tempat kita berada, kondisi kursi yang diduduki, suara air
di kamar mandi, suara anak yang menangis, dan berbagai stimulus lainnya yang
ada di sekitar kita. Semus stimulus ini secara bermasaan akan ikut
mempengaruhi proses kegiatan kita dalam membaca buku. Namun demikian,
dalam praktiknya tidak mungkin kita mengolah semua masukan pesan yang kita
terima. Dengan kata lain kita melakukan penyeleksian terhadap semua
stimulus yang kita terima. Proses penseleksian ini terjadi secara cepat
(dalam beberapa detik saja),dan mungkin secara spontan atau dalam keadaan tidak
sadar.
Keputusan untuk menyeleksi semua masukan pesan yang
akan diberi makna secara langsung berhubungan dengan kebudayaan kita.
Selama hidup kita telah belajar, baik selaku individu ataupun selaku anggota
dari suatu kelompok kebudayaan tertentu. Ini berarti bahwa kebudayaan
memang mempunyai pengruh pada proses dan hasil persepsi.
Proses seleksi dalam persepsi mengenai suatu objek dan
lingkungan sekelilingnya, menurut Samovar (1981) secara umum melibatkan tiga
yang saling berkaitan yakni:
1. selective
exposure (seleksi terhadap pengenaan pesan/ stimulus)
2. selective
attention (seleksi dalam hal perhatian)
3. selective
retention (seleksi yang menyangkut retensi/ ingatan).
Referensi :
Drs. A. Mulyana, Teori Komunikasi-modul 14,2008
Komentar