SIYASAH MALIYAH
Seperti didalam fiqh siyasah dusturiyah dan fiqh
siyasah dauliyah, didalam fiqh siyasah maliyah
pun pengaturannya diorientasikan untuk kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu,
didalam siyasah maliyah ada hubungan diantara tiga factor, yaitu:
rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan. Didalam siyasah maliyah
dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk
mengharmonisasikan antara si kaya dan si miskin sehingga kesenjangan antara
keduanya tidak semakin melebar.
Produksi, distribusi, dan konsumsi dilandasi oleh aspek-aspek
keimanan dan moral, serta dijabarkan didalam aturan-aturan hukum agar
terciptanya keadilan dan kepastian. Hukum tanpa moral dapat jatuh kepada
kezaliman, dan moral tanpa hukum dapat menimbulkan ketidakpastian.
Di dalam fiqh siyasah orang-orang kaya disentuh
hatinya untuk mampu bersikap dermawan, dan orang-orang miskin diharapkan
bersikap selalu sabar, berusaha, dan berdoa mengharap karunia Allah. Sebagai
wujud dari kebijakan, diatur dalam bentuk zakat dan infak yang hukumnya wajib,
atau dalam bentuk lain seperti wakaf, sadaqah dan penetapan ulil amri
yang tidak bertentangan dengan nash syariah (bea cukai dan kharaj).
Isyarat-isyarat Al-Qurโan dan Hadis Nabi menunjukkan bahwa agama
Islam memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada fakir miskin dan kaum mustadโafiin
(lemah) pada umumnya, kepedulian inilah yang harus menjiwai kebjakan penguasa
agar rakyatnya terbebas dari kemiskinan.
Orang-orang kaya yang telah mengeluarkan sebagian kecil hartanya yang
menjadi hak para fakir miskin harus dilindungi, bahkan didoakan agar hartanya
mendapat keberkahan dari Allah Swt.. Bentuk perlindungan terhadap orang kaya
yang taat ini akan banyak sekali seperti
dilindungi hak miliknya dan hak-hak kemanusiaannya seperti dalam kaidah fiqh
โPemungutan harus disertai dengan perlindunganโ
Selain itu, lembaga ekonomi dan keuangan Negara (Bay al-Mal)
menjadi penting untuk mengatur dan menggerakkan perekonomian umat. Para
kolektor dan amilin setidaknya memerlukan dua syarat utama yaitu
kejujuran (amanah) dan keahlian dibidangnya serta integritas kepribadiannya.
Dalam kaitan ini diperlukan pengawasan (al-muqarabah) yang pada intinya:
1.
Memiliki
kesadaran bahwa dirinya diawasi oleh Allah Swt.
2.
Pengawasan dari
lembaga yang ada dimasyarakat, baik secara langsung maupun melalui media massa.
3.
Diawasi oleh
lembaga yang khusus dibentuk oleh pemerintah semacam Badan Pengawas Keuangan.
4.
Adanya sanksi
hukum yang tegas yang diterapkan terhadap penyelewengan tanpa diskriminasi.
Seperti prinsip โDarimana kau dapatkan hartamu iniโ.
Prinsip tersebut diatas merupakan
mekanisme pembuktian terbalik, dapat diterapkan dengan tetap menjaga praduga
tak bersalah dan khusnudhan.
Di dalam hukum hal ini disebut dengan โPembuktian dengan adanya tanda-tandaโ.
Semuanya itu dalam rangka memakmurkan kehidupan di dunia ini:
โDan
kepada Tsamud (kami utus) saudara mereka shaleh. Shaleh berkata: "Hai
kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu
mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya, Sesungguhnya Tuhanku
Amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."(QS:
Al-Hud: 61).
Upaya ini difasilitasi oleh penguasa
yang bersih dan berwibawa disertai hati yang selalu dekat dengan Allah Swt.: โKecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersihโ. Dengan niat yang
kuat dan harapan yang realistis disertai perjuangan kreativitas, kerja keras,
dan keikhlasan Insya Allah akan banyak yang dapat dilakukan sehingga
bermanfaat bagi umat manusia.
B.
Beberapa
Prinsip Tentang Harta
Manusia
di dalam hidupnya selalu mencari kebahagiaan dan mencari kepuasan bagi berbagai
keperluan hidupnya, namun ada yang hanya mengharapkan kebahagiaan hidup saja,
dan ada juga yang mengharapkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Termasuk
kelompok yang pertama ialah orang-orang yang menganut ide komunisme dan ide
keduniaan semata, kelompok kedua ialah manusia yang menganut ajaran Islam.
Di dalam Islam pencapaian hidup di dunia dan akhirat tidak
dipisahkan satu sama lain, karena segala usaha di dunia harus didasarkan kepada
mardlotillah. Bahkan usaha di dunia harus terarah menuju kebahagiaan di
akhirat yang kekal dan abadi. Dalam memenuhi kebutuhan manusia di dunia, Allah
Swt. Telah menyediakan bumi, langit, dan segala yang ada di dalamnya:
โDan
Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikirโ.
(QS. Al-Jatsiyah: 13).
Manusia mempunyai kesempatan yang
sama dalam rangka memakmurkan dunia ini untuk mencapai tingkat hidup yang
makmur dan sejahtera.
Meskipun karena berbagai factor manusia menjadi berbeda dalam kenyataannya,
ada yang kaya dan miskin. Oleh karena
itu yang kaya jangan lupa daratan supaya harta jangan berputar diantara orang
yang kaya saja. Manusia harus sadar bahwa harta adalah rezeki dari Allah Swt.
Allah berfirman dalam:
* รถ@รจ% `tB Nรค3รจ%รฃโรถยtฦ ลกรรiB รNยบuqยปyJยกยก9$# รรรถโF{$#ur (
ร@รจ% ยช!$# (
!$ยฏRร)ur รทrr& รถNร 2$ยญฦร) 4โn?yรจs9 โยดโฐรจd รทrr& โรรป 9@ยปn=|ร &รบรผร7โขB รรรร
Katakanlah:
"Siapakan yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan dari bumi?"
Katakanlah: "Allah", dan Sesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang
musyrik), pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yang nyata. (QS.
Saba: 24).
Dengan kata lain, dapat dikatakan
bahwa alam, manusia, keterampilan kerja, organisasi yang seluruhnya dikenal
sebagai alat produksi pada hakikatnya adalah milik Allah Swt..
ยฌ!ur รยรน=รฃB รNยบuqยปyJยกยก9$# รรรถโF{$#ur $tBur $yJรguZรทยt/ 4
ร,รจ=รธฦsโ $tB รขรค!$tยฑoโ 4
ยช!$#ur 4โn?tรฃ รe@รค. &รครณรxยซ รยฦรโฐs% รรรร
Dan kepunyaan
Allahlah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya; Dia
menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Akibat harta dan alam ini merupakan mutlak milik Allah Swt. adalah
sebagai berikut:
1.
Tidak boleh
seorang pun menjadi pemilik mutlak, tanpa dibatasi oleh hak-hak Allah, entah
itu berhubungan dengan penggunaan maupun dengan hak orang, seperti zakat, infak
tetapi juga jangan boros.
2.
Masyarakat
melalui wakilnya dapat mengatur cara-cara mengambil manfaat harta yang mengarah
kepada kemakmuran bersama.
3.
Masyarakat
dapat mengambil harrta perseorangan apabila kemaslahatan umum menghendakinya
dengan syarat pemiliknya mendapat penggantian yang wajar.
Sedangkan akibat kenyataan bahwa
individu mempunyai hak memanfaatkan hartanya adalah:
a.
Masyarakat
tidak boleh mengganggu dan melarang pemilikan manfaat selama tidak merugikan
orang lain.
b.
Karena
pemilikan manfaat berhubugan dengan hartanya, maka bleh pemilik memindahkan hak
miliknya kepada pihak lain.
c.
Pada pokoknya
pemilikan manfaat itu kekal tidak terikat waktu.
Dari dasar-dasar itu jelas bahwa
kebutuhan masyarakat diperhatikan dan dipenuhi dan hak-hak individu di dalam
hartanya juga dijamin. Hanya saja apabila
ada yang harus dikorbankan antara kemaslahatan umum dan pribadi, maka harus
didahulukan kemaslahatan umum, โKemaslahatan umum didahulukan daripada
kemaslahatan yang khususโ. Meskipun demikian, sejauh mungkin apabila ada
jalan keluar, setiap individu tidak boleh dirugikan. Untuk memenuhi kebutuhan
individu dan masyarakatnya dalam rangka memakmurkan dunia ini, manusia didorong
untuk bekerja. Allah telah berfirman dalam Al-Qurโan:
รลฝรณรyรจรธ9$#ur รรร ยจbร) z`ยป|ยกSM}$# โร
"s9 Aลฝรดยฃรคz รรร ลพwร) tรปรฏร%ยฉ!$# (#qรฃZtB#uรค (#qรจ=รJtรฃur รMยปysร=ยปยขร9$# (#รถq|ยน#uqs?ur รd,ysรธ9$$ร/ (#รถq|ยน#uqs?ur รลฝรถ9ยขร9$$ร/ รรร
Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran
dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Secara khusus kerja manusia yang
produktif antara lain yaitu sebagai berikut:
1)
Pertanian
2)
Perindustrian
a)
Industri besi
b)
Industri
tekstil
c)
Industri
banggunan
3)
Perdagangan
4)
Jasa/buruh
Di dalam bekerja, setiap manusia akan
dipengaruhi oleh prinsip ekonomi yaitu: โTiap-tiap orang atau masyarakat
akan berusaha mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan tenaga atau ongkos
yang sekecil-kecilnya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnyaโ. Hanya
saja prinsip tersebut dibatasi berlakunya oleh ajaran-ajaran Islam, yaitu:
a)
Tidak boleh
melampaui batas
* รปรร_t6ยปtฦ tPyล #uรค (#rรคโนรจ{ รถ/รค3tGt^ฦรโ yโฐZรรฃ รe@รค. 7โฐรfรณยกtB (#qรจ=ร 2ur (#qรง/uลฝรตยฐ$#ur ลธwur (#รพqรจรนรลฝรดยฃรจ@ 4
ยผรงmยฏRร) ลธw ย=รtรคโ tรปรผรรนรลฝรดยฃรJรธ9$# รรรร
Hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid, Makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan.
Meskipun ayat tersebut hanya menerangkan bahwa tidak boleh
melampaui batas dan boros dalam makan, minum, dan memanfaatkan harta yang sudah
barang tentu sesuai dengan siyasah syarโiyah yang mencari ummul maโna,
maka tidak boleh pula menggunakan alam ini melampaui keperluan. Namun tidak
boleh juga mengambil terlalu sedikit, karena orang yang membubajirkan
harta/boros menurut ayat tersebut akan
mendapat celaan.
b)
Tidak boleh
menimbun harta tanpa adanya manfaat untuk manusia
Di dalam aturan Islam tentang waris, orang yang mendapat harta
warisan itu lebih banyak disbanding dengan system waris lainnya (perdata dan
adat). Namun infak-infak dan kewajiban social lainnya yang menyangkut harta
kekayaan akan mengerem penimbun dan tertimbunnya harta perorangan.
c)
Tidak boleh
memakan harta atau menghasilkan harta dengan jalan batil, antara lain:
(1)
Tidak boleh
dengan jalan penipuan
Dan
sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.
(2)
Tidak boleh
dengan jalan pencurian
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.Al-Maidah: 38)
(3)
Tidak boleh
dengan jalan melanggar janji/sumpah
Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu(QS.Al-Maidah: 1)
(4)
Tidak boleh
dengan jalan riba. Dalam riba itu ada unsur menyalah gunakan kedudukan ekonomi
kuat untuk mengambil keuntungan yang melampaui batas dari pihak lawan yang
ekonomimya lemah yang pada hakikatnya pemerasan manusia oleh manusia.
(5)
Tidak boleh
dengan jalan spekulasi/untung-untungan
(6)
Dilarang
menghasilkan barang-barang yang berbahaya baik untuk pribadi ataupun bagi
masyarakat umum.
Sesungguhnya
larangan-larangan tersebut di atas dibandingkan dengan apa-apa yang di bolehkan
di dalam mengolah alam ini adalah sangat sedikit sekali sesuai dengan kaidah โHukum
ashal di dalam sesuatu (muamalah) adalah kebolehanโ. Oleh karena itu,
kewajiban manusia bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya, disamping itu larangan tersebut adalah untuk kemaslahatan
manusia juga.
Dengan demikian, di dalam system
hukum Islam motif ekonomi itu di ikat dengan syarat-syarat moral (seperti tidak
menipu), social (berupa zakat), dan pembatasan diri didalam mendatangkannya. Oleh
karena itu, tidak akan membawa kepada individualism yang hanya mementingkan
diri sendiri tanpa melihat masyarakat. Islam ingin menciptakan imbangan yang
harmonis antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat seperti
harmonisnya fardhu aโin dan fardhu kifayah.
Sesungguhnya
system kapitalisme sama dengan sistem komunisme dlaam arti keduanya bertitik
tolak dari materialism, hanya yang satu menggunakan atas nama kemerdekaan
individu dan yang lain mengatasnamakan kepentingan masyarakat, yang satu menjadikan
manusia seerigala-serigala (homo homini lupus=manusia serigala atas
manusia yang lain), dan yang lainnya menjasdikan manusia sebagai
kambing-kambing.
Ketidakberhasilan
ini barangkali seperti yang dinyatakan oleh Syafruddin Prawiranegara:
Karena
Negara atau masyarakat itu hanyalah suatu abstraksi yaitu suatu realitet yang
hanya ada dalam pikiran dan bahwa yang bertindak dan bekerja itu adalah
orang-orang, individu-individu. Kalau watak atau akhlak individu-individunya
ini tidak diperbaiki, maka sosialisme tidak akan menghilangkan pemerasan antar
manusia.
Dalam
bagian lain beliau mengatakan โSebab yang sesungguhnya (efficient cause)
dari adanya pemerasan antar manusia itu letaknya dalam dada manusia sendiri
yang menjadi pemerasan bukanlah mesin tetapi manusiaโ.
Disinilah
Islam dalam persoalan manusia dewasa ini memerlukan tiga hal, yaitu:
(1)
Penafsiran
spiritual dari alam semesta
(2)
Kebebasan
spiritual dari individu
(3)
Pokok-pokok
dasar dari suatu arti universal yang mengantarkan evolusi masyarakat manusia
atas dasar spiritual.
Dari ajaran Islam kita mengetahui
bahwa Islam bukan saja mengajarkan tauhidullah, tapi juga menghubungkan
secara harmonis antara ibadah dan muamalah, rohani dan jasmani, spiritual dan
material, dan antara dunia dan akhirat menjadi satu kesatuan.
Di dalam agama Kristen meskipun
tampaknya mempunyai dasar yang sama, tetapi peraturannya tidak jelas
tergambarkan, sedangkan di dalam system komunisme di dasarkan kepada perjuangan
kelas. Akibatnya dari hal ini semua jelas walaupun ada ajarannya. Kristen sulit
untuk dapat melaksanakannya, sedangkan komunisme dengan perjuangannya
menimbulkan kebencian diantara sesama manusia, antara golongan ploletar dan borjuis
antara si kaya dan si miskin.
C.
Dasar-Dasar
Keadilan Sosial
Menurut Sayyid Qutub di dalam
bukunya Al-adalah Al-Ijtimaiyah Fil Islam halaman 36 ada tiga dasar yang
menjadi landasan keadilan social dalam Islam, yaitu:
1.
Kebebasan
rohaniah yang mutlak
2.
Persamaan
kemanusiaan yang sempurna
3.
Tanggung jawab
social yang kokoh.
1.
Kebebasan
Rohaniah yang Mutlak
Kebebasan rohaniah di dalam Islam di
dasarkan kepada kebebasan rohani manusia dari tidak beribadah kecuali kepada
Allah Swt. dan kebebasan untuk tidak tunduk kecuali kepada Allah, tidak ada
yang kuasa kecuali Allah. Dia yang mematikan dan yang menghidupkan. Dia yang
memberi rejeki dan tidak ada perantara antara Allah dengan manusia.
Dasar-dasar dari apa yang di
ungkapkan diatas adalah banyak sekali, namun salah satunya yaitu firman Allah
Swt:
รถ@รจ% uqรจd ยช!$# รฎโฐymr& รรร ยช!$# รโฐyJยขร9$# รรร รถNs9 รด$ร#tฦ รถNs9ur รดโฐs9qรฃฦ รรร รถNs9ur `รค3tฦ ยผรฃ&ยฉ! #ยทqร รฟร 2 7โฐymr& รรร
Katakanlah:
"Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan
tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Apabila Tuhan hanya Allah semata,
maka segala sesuatu diarahkan kepada-Nya, tidak ada ibadah kecuali untuk Allah
dan manusia tidak dapat menuhankan yang lainnya. Tidak jarang kultus individu
yang sangat ekstrem membawa manusia untuk menuhankan manusia lainnya.
Apabila akidahnya kepada Allah telah
kuat, maka ditegaskan pula bahwa hubungan Allah dengan hamba-Nya sangat dekat,
sehingga manusia merasakan nikmat-Nya, kasih sayang-Nya, sehingga bertambah
kuatlah iman dan takwanya. Al-Qurโan menegaskan dan memotivisir untuk
menguatkan hubungan hamba dengan Allah.
Kuatnya hubungan manusisa dengan
Allah dan kecintaannya kepada Allah menimbulkan pengorbanan yang sempurna di
jalan Allah. Dengan kebebasan rohaniah ini manusia lepas dari kekhawatiran di
dalam menghadapi hidup dan kehidupan yang memang tidak selamanya nikmat, takut
mati, takut fakir, dan beribu macam kekhawatiran yang lainnya.
Tidak jarang manusia salah
memberikan criteria di dalam hidup bermasyarakat, ada yang meletakan criteria
kepada harta, kedudukan, keturunan, dan lainnya. Untuk itu Al-Qurโan meluruskan
criteria tersebut. Selain itu, orang muslim diberi kesempatan untuk menduduki
tempat yang pantas dalam kehidupan di dunia. Tangan di atas lebih baik daripada
tangan dibawah atau memberi lebih baik daripada menerima.
Dengan keyakinan akan sifat-sifat
Tuhan Maha Adil, Maha Sayang, Pengampun,
Penolong, dan sebagainya yang apabila diterapkan di dalam kehidupan
bermasyarakat akan menimbulkan keadilan social.
2.
Persamaan
Kemanusiaan yang Sempurna
Prinsip-prinsip
persamaan di dalam Islam didasarkan kepada kesatuan jenis manusia di dalam
kejadiannya, tempat kembalinya, kehidupannya, kematiannya, di dalam hak dan
kewajibannya di dalam undang-undang, di hadapan Allah, di dunia dan akhirat.
Tidak ada keutamaan kecuali amal saleh dan tidak ada kemuliaan kecuali takwa.
Persamaan
ini didasarkan atas kemanusiaan yang mulia, bahkan persamaan yang berdasarkan
kemanusiaan ini juga berlaku bagi yang non-muslim. Dari segi agama dan
kerohanian antara laki-laki dan perempuan ada persamaan.
Barangsiapa
yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang
yang beriman, Maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya
walau sedikitpun. (QS. An-Nisa: 124)
Demikian
pula di dalam pemilikan (ahliyah) dan pemanfaatan (tasharruf).
Perbedaan
pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan adalah karena laki-laki di
dalam hak qawamah mempunyai kelebihan dan wanita mempunyai kelebihan di
dalam hak riโayah dank arena wanita itu menjadi tanggungan suaminya dan
dia sendiri menjadi pemilik hartanya. Di samping kedudukan ekonomis yang lain
di dalam masyarakat yang pada hakikatnya sama di dalam hak dan kewajiban.
Didalam Al-Qurโan dinyatakan dalam surat:
Dan Para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan
tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Baqarah: 228)
Kelebihan
wanita dari pria di dalam hak riโayah seperti di tegaskan dalam hadis
Nabi Saw.:
Telah datang
seorang laki-laki kepada Nabi, kemudian dia berkata, โSiapakah yang paling
berhak mendapat kebaikan perlakuanku?โ Berkata Nabi, โIbumuโ Orang tadi
berkata, Kemudian siapa? Berkata Nabi, โIbumuโ Orang tadi berkata, Kemudian
siapa? Berkata Nabi, โIbumuโ Orang tadi berkata, โKemudian siapa? Berkata Nabi,
โAyahmuโ.
Perbedaan
di dalam persaksian hanyalah tabiat wanita yang punya keibuan dan kehalusan
perasaan. Masalahnya adalah masalah mulabasah โamaliyah dalam kehidupan.
Dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu).
jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang
seorang mengingatkannya. (QS. Al-Baqarah: 282)
Menurut Syaltut, ayat tersebut bukan
untuk memutuskan perkara tetapi untuk menguatkannya dan menenangkan jiwa di
dalam perikatan untuk menetapkan hak-hak di antara orang-orang yang mengadakan aqad,
sebab di dalam qadha yang penting adalah bayyinah.
3.
Tanggung Jawab
Sosial yang Kokoh
Islam menggariskan tanggung jawab
ini di dalam segala bentuknya. Ada tanggung jawab di antara individu terhadap
dirinya, dan ada tanggung jawab diantara individu terhadap keluarganya, serta
tanggung jawab terhadap generasi yang akan datang.
a.
Tanggung Jawab
terhadap Dirinya
Manusia harus nmenahan diri terhadap keinginan-keinginan yang tidak
baik, harus membersihkan dirinya dan menyucikannya, harus berjalan pada jalan
yang saleh dan jangan melemparkan dirinya kepada kehancuran. Selain itu manusia
secara pribadi harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
b.
Tanggung Jawab
terhadap Keluarganya
Tanggung jawab terhadap keluaraga mambawa tanggung jawab terhadap
masyarakat karena keluarga adalah kelompok kecil dari masyarakat.
c.
Tanggung Jawab
Individu terhadap Masyarakat dan Kebalikannya
Tidak
seorang individu pun dapat melepaskan diri dari tanggung jawab memelihara
kemaslahatan umum dalam masyarakat. Saling menolong dan saling membantu antara
individu adalah wajib, untuk kemaslahatan masyarakat dalam batas untuk
kebaikan.
Setiap orang pada prinsipnya
bertanggung jawab mengajak kepada kebaikan. Pada saat yang sama, setiap
mukallaf bertanggung jawab dalam menghilangkan kemungkaran. Masyarakat juga
harus bertanggung jawab terhadap pemeliharaan orang-orang lemah dan
memerhatikan kemaslahatan mereka bahkan diperkenankan peperangan antara lain
untuk memelihara orang-orang yang lemah.
Di dalam tolong menolong ini umat
Islam di umpamakan seperti satu badan atau satu bangunan yang kokoh dan saling
menunjang satu sama lainnya. Atas dasar ini delik yang termasuk hak Allah yang
dikenal dengan jarimah hudud mempunyai sanksi yang berat, karena saling
menolong tidak dapat diselenggarakan kecuali atas dasar pemeliharaan jiwa,
harta dan kehormatan individu serta pemeliharaan keutuhan masyarakat.
Dengan demikian, di dalam ajaran
Islam keadilan social ditetapkan diatas unsure yang fundamental, yaitu:
1)
Unsur dlamir
(hati) manusia
2)
Unsur
ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur, mengarahkan dan mengontrol masyarakat
Misalnya di dalam zakat, manusia
didorong untuk mengeluarkan zakat dengan ikhlas, dan zakat adalah realisasi
dari kasih sayang terhadap sesama manusia yang berupa harta, sesuai dengan
hadis Nabi: โKasihilah apa yang ada di bumi akan mengasihimu dari langitโ
Islam telah menetapkan adanya hak
milik perseorangan terhadap harta yang dihasilkan dengan cara-cara yang tidak
melanggar hukum syaraโ. Islam juga menetapkan cara-cara melindungi hak milik,
baik melindungi dari pencurian, perampokan, perampasan yang disertai dengan
sanksinya. Juga seorang pemilik harta mempunyai hak mentasarufkan hartanya
dengan cara menjualnya, menyewakannya, mewasiatkannya, menggadaikannya,
memberikannya dan lain sebagainyadari hak-hak tasaruf yang diperkenankan
syara dan hak-hak pengambilan manfaatnya.
Disamping itu, hak-hak untuk
mendapatkan warisan dan hak-hak mewaris juga membuktikan adanya hak milik.
Hanya Islam memberikan batasan tentang hak milik perseorangan ini agar manusia
mendapat kemaslahatan dalam pengmbangan harta tadi dalam menafkahkan dan dalam
perputarannya.
Tentang ini adalah menetapkan bahwa hakikatnya harta itu adalah
milik Allah.
Harta kekayaan jangan sampai hanya ada/dimiliki oleh segolongan
kecil masyarakat.
Ada barang-barang yang karena dlaruri-nya adalah untuk
kepentingan masyarakat seluruhnya, seperti jalan raya, irigasi, dan lainnya.
Banyak
cara yang dibenarkan untuk mendapatkan pemilikan, diantaranya yaitu:
a.
Perburuan
b.
Membuka tanah
baru yang tidak ada pemiliknya
c.
Mengeluarkan
apa yang ada di dalam bumi/rikaz, dengan pembagian empat perlima untuk
yang mengeluarkannya dan seperlima zakatnya. Hal ini karena orang yang
bersangkutan menggunakan kuasanya sendiri untuk mendapatkan harta tadi
d.
Salab dan Ghanimah, empat perlima dari barang ini untuk yang
berperang. Tentang masalah ghanimah ini akan di bahas dalam penghasilan.
e.
Bekerja dengan
mengambil upah dari yang lain
1)
Tidaklah
seseorang itu memakan makanan kecuali yang baik dari hasil tangannya
2)
Berikan
karyawan itu haknya sebelum kering keringatnya
f.
Dari zakat
untuk para mustahiq zakat
g.
Pemilikan
karena adanya perpindahan yang bukan karena kehendak yang bebas dari perorangan
semacam warisan
Mazhab Maliki dan Hanafi
mengemukakan teori tasharruf yang dalam penerapannya terhadap hak milik
sebagai berikut:
1)
Tidak boleh
menggunakan hak kecuali untuk mencapai maksud yang dituju dengan mengadakan hak
tersebut
2)
Menggunakan hak
dianggap tidak menurut agama jika mengakibatkan timbulnya bahaya yang tidak
lazim
3)
Tidak boleh menggunakan
hak kecuali untuk mendapatkan manfaat bukan untuk merugikan orang lain
Seperti telah dikemukakan di atas di
samping hak milik perseorangan kita kenal pula hak masyarakat seperti halnya di
samping kewajiban perseorangan ada pula kewajiban kemasyaraakatan (fardlu
โain dan fardlu kifayah). Di dalam hubungan dengan hak masyarakat yang menyangkut harta dan bersifat teknis
inilah kita membahas fiqh siyasah maliyah.
Musthafa As SibaโI memberikan dua
belas macam jaminan social, yaitu sebagai berikut:
a)
Zakat
b)
Infak
c)
Wakaf
d)
Wasiat
e)
Harta
pendapatan perang
f)
Hasil
penggalian bumi
g)
Nazar
h)
Kaffarat
i)
Qurban
j)
Zakat fitrah
k)
Undang-undang
Perbendaharaan Umum
l)
Undang-undang
Tanggung Jawab Umat
Sedangkan T.M.Hasbi Ash Shiddieqy
merinci penghasilan sumber-sumber pemasukan harta untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat sebagai berikut:
(1)
Pajak tanah (Kharaj)
(2)
Pajak hasil
bumi (al-Usyur)
(3)
Zakat emas,
perak, ternak, pertambangan, dan fitrah
(4)
Kekayaan yang
diperoleh dari musuh tanpa perang (fay)
(5)
Seperlima dari
hasil rampasan perang
(6)
Seperlima dari
hasil barang-barang logam (al-Maโdan)
(7)
Seperlima dari
harta karun (kunuz)
(8)
Seperlima dari
hasil penemuan emas, perak (rikaz)
(9)
Seperlima dari
hasil kekayaan laut
(10)
Pajak Kepala (al-jizyah)
(11)
Bea cukai
barang ekspor dan import (al-Usyur)
(12)
Barang tercecer
yang tidak diketahui siapa pemiliknya (luqathah)
(13)
Hasil
peninggalan dari orang yang tidak mempuyai ahli waris
(14)
Upeti/uang
damai dari musuh untuk jaminan perdamaian
(15)
Harta Wakaf
(16)
Sumbangan wajib
dari rakyat karena Negara membutuhkannya
(17)
Penetapan-penetapan
ulil amri yang tidak bertentangan dengan nash syara.
Pos yang ketujuh belas ini begitu
jauh sejauh di butuhkan untuk kemaslahatan masyarakat. Sedangkan Sayyid Qutub
secara global hanya membagi kepada dua
bagian, yaitu:
(a)
Zakat
(b)
Kewajiban-kewajiban
anggota masyarakat selain zakat
โSesungguhnya di dalam harta itu ada kewajiban lain selain daripada
zakatโ
Apabila kebutuhan-kebutuhan
masyarakat tidak terpenuhi, maka dapat ditutup dengan penghasilan lain atas
dasar maslahah mursalah yaitu sebagai berikut:
โApabila
bai al-mal kosong atau bertambah banyak kebutuhan-kebutuhan untuk tentara dan
tidak ada untuk menutupi kebutuhan tadi, maka Kepala Negara dapat menetapkan
kadar tertentu kepada orang-orang yang kaya apa yang dapat mencukupi pada waktu
itu sehingga bai al-mal penuh kembali atau dapat menutupi apa yang dibutuhkan.
Kemudian pemerintah dapat menentukan berlakunya ketentuan ini pada masa-masa
panen dan musim buah-buahan, agar mengkhususkan pengambilan dari orang kaya
tidak menyebabkan jauhnya hati/kebencian orang-orang yang tadiโ
Sedangkan
penggunaan saddudz al-dzariah adalah usaha-usaha yang merupakan siyasah
syarโiyah yang menutup jalan-jalan yang membawa kemafsadatan dan terbukanya
jalan-jalan menuju kepada kemaslahatan.
Di dalam pelaksanaan pengumpulan
hak-hak masyarakat ini harus di ingat, yaitu:
a)
Jangan diminta
kepada seseorang yang diluar kewajibannya
b)
Jangan
dikenakan beban harta kepada seseorang kecuali karena kemaslahatan umum yang
dikehendaki oleh situasi dan kondisi
c)
Jangan dipungut dari seseorang kecuali sesuai
dengan keadaan/kemampuan orang tersebut.
E.
Kesimpulan
Secara etimologi siyasah maliyah ialah politik ilmu
keuangan, sedangkan secara terminologi siyasah maliyah adalah
mengatur segala aspek pemasukan dan pengeluaran keuangan yang sesuai dengan
kemaslahatan umum tanpa menghilangkan hak individu dan menyia-nyiakannya. Di
dalam siyasah maliyah ada hubungan diantara tiga factor, yaitu:
rakyat, harta, dan pemerintah atau kekuasaan. Didalam siyasah maliyah
dibicarakan bagaimana cara-cara kebijakan yang harus diambil untuk
mengharmonisasikan antara si kaya dan si miskin sehingga kesenjangan antara
keduanya tidak semakin melebar.
Selain
itu, lembaga ekonomi dan keuangan Negara (Bay al-Mal) menjadi penting
untuk mengatur dan menggerakkan perekonomian umat. Para kolektor dan amilin
setidaknya memerlukan dua syarat utama yaitu kejujuran (amanah) dan keahlian
dibidangnya serta integritas kepribadiannya.
Secara
khusus kerja manusia yang produktif antara lain yaitu sebagai berikut:
1.
Pertanian
2.
Perindustrian
a.
Industri besi
b.
Industri
tekstil
c.
Industri
banggunan
3.
Perdagangan
4.
Jasa/buruh
Di
dalam bekerja, setiap manusia akan dipengaruhi oleh prinsip ekonomi yaitu: โTiap-tiap
orang atau masyarakat akan berusaha mencapai hasil yang sebesar-besarnya dengan
tenaga atau ongkos yang sekecil-kecilnya dan dalam waktu yang
sesingkat-singkatnyaโ. Hanya saja prinsip tersebut dibatasi berlakunya oleh
ajaran-ajaran Islam.
Menurut
Sayyid Qutub di dalam bukunya Al-adalah Al-Ijtimaiyah Fil Islam halaman
36 ada tiga dasar yang menjadi landasan keadilan social dalam Islam, yaitu:
1)
Kebebasan
rohaniah yang mutlak
2)
Persamaan
kemanusiaan yang sempurna
3)
Tanggung jawab
social yang kokoh.
Di
dalam pelaksanaan pengumpulan hak-hak masyarakat ini harus di ingat, yaitu:
a)
Jangan diminta
kepada seseorang yang diluar kewajibannya
b)
Jangan
dikenakan beban harta kepada seseorang kecuali karena kemaslahatan umum yang
dikehendaki oleh situasi dan kondisi
c)
Jangan dipungut dari seseorang kecuali sesuai
dengan keadaan/kemampuan orang tersebut.
Jadi,
pendapatan negara dan pengeluarannya harus diatur dengan baik. Karena keuangan
negara termasuk pilar yang sangat berperan penting dalam kemaslahatan
masyarakat. Ketika keuangan diatur sedemikian, maka dampaknya terhadap ekonomi,
kemiliteran, dan hal-hal yang lainnya; yaitu kesejahteraan bagi penduduk negara
tersebut.
F.
Komentar
Berbicara masalah politik pasti juga berbicara pemerintahan,
dimana pemerintahanlah yang membuat suatu kebijakan yang berkaitan dengan
perekonomian Islam. Kajian politik ekonomi Islam merupakan hasil pengembangan
dari hukum Islam dalam bidang kebijakan pengelolaan kekayaan Negara (at-tasharruf).
Secara teknis politik ekonomi Islam lebih dikenal dengan sebutan siyasah
maliyah. Istilah yang lain adalah intervensi Negara. Dimana Negara
mengintervensi aktifitas ekonomi untuk menjamin adaptasi hukum Islam yang
terkait dengan aktifitas ekonomi masyarakat secara lengkap. Negara dipandang
ikut serta dalam ekonomi Islam yang mana untuk menyelaraskan dalil-dalil yang
ada di dalam nash. Disamping itu Negara dituntut untuk membuat suatu
aturan-aturan yang belum ada di dalam nash, sehingga tidak ada istilah
kekosongan hukum.
Dalam
perkembangan kontemporer ini, dunia Islam telah melewati salah satu masa
sejarahnya yang paling kritis tetapi kreatif. Di tengah krisis system
kontemporer yang bebas nilai dan hampa nilai, yakni dominanya faham kapitalis
dan sosialis. Kita menemukan Islam sebagai suatu system yang mampu memberikan
daya tawar positif, nilai-nilai etika dan moral yang lengkap serta mengajarkan
semua dimensi kehidupan.
Keunikan
pendekatan Islam terletak pada system nilai yang salah satunya mewarnai tingkah
laku ekonomi masyarakat. Dalam Islam diajarkan nilai-nilai dasar ekonomi yang
bersumber pada ajaran tauhid. Prinsip tauhid ini mengajarkan manusia tentang
bagaimana mengakui keesaan Allah. Sehingga terdapat suatu konsekuensi bahwa
keyakinan terhadap segala sesuatu hendaknya berawal dan berakhir hanya kepada
Allah Swt.. Kesatuan-kesatuan dalam
ajaran tauhid hendaknya berimplikasi kepada kessatuan manusia dengan Tuhan dan
kesatuan manusia dengan manusia, serta
kesatuan manusuia dengan alam sekitarnya.
Prinsip
tauhid mengantarkan manusia dalam kegiatan ekonomi untuk meyakini bahwa harta
benda yang berada dalam genggamannya adalah milik Allah Swt.. Umat Islam
dilarang keras melakukan penimbunan dan pemborosan. Pemborosan dan konsumtif
dapat mengakibatkan kelangkaan barang-barang yang dapat menimbulkan
ketidakseimbangan yang diakibatkan kenaikan harga-harga. Dalam menjaga
keseimbangan tersebut, Islam menegaskan pemerintah untuk mengontrol harga-harga
yang tidak wajar dan cenderung spekulatif.
Islam
lebih dari sekedar nilai-nilai dasar etika ekonomi, seperti keseimbangan,
kesatuan, tanggung jawab, dan keadilan, tetapi juga memuat keseluruhan
nilai-nilai yang fundamental serta norma-norma yang substansial agar dapat
diterapkan dalam operasional lembaga
ekonomi Islam di masyarakat.
Pola
hubungan antara ekonomi dan masyarakat melahirkan klausul bahwa setiap orang menghendaki
tercapainya kesejahteraan di bidang ekonomi. Oleh karena itu, pembangunan
ekonomi dalam Islam hendaknya di bangun untuk mengimbangi faham kapitalis dan
sosialis.
Adapun
permasalahan lain dari pembahasan kali ini yaitu mengenai harta rampasan yang
disebut-sebut sebagai salah satu pendapatan Negara, maka perlu adanya komparasi
antara zaman dahulu dengan sekarang. Problem yang timbul dari harta rampasan
perang ini adalah mengenai cara penggunaannya. Pada zaman dahulu, tentara yang
melakukan operasional dimedan pertempuran turut mendapatkan bagian harta
rampasan perang tersebut. Ketentuan ini berlaku, karena tentara (militer) pada
zaman Rasulullah Saw. sepenuhnya bersifat sukarelawan yang segala
persenjataanya dan perlengkapannya dipenuhi oleh tiap-tiap tentara yang
bersangkutan, bukan oleh negara. Bahkan jaminan ekonomi untuk keluarga yang
ditinggalkan ditanggung sepenuhnya oleh tentara tersebut.
Berebeda
dengan kondisi sekarang, semua pasukan tentara bersifat profesional yang
seluruh persenjataan dan perlengkapan perangnya ditanggung oleh negara. Bahkan
untuk penghidupan ekonomi keluarga yang ditinggalkan ke medan perang pun
sepenuhnya mendapat jaminan gaji dari negara. Lebih jauh dari itu, apabila
seorang tentara cacat atau mati di medan pertempuran, dia atau keluarganya
mendapat jaminan pensiun dari negara. Karena itu, dengan perbedaan kondisi
antara pasukan tentara Islam pada zaman Rasulullah SAW. dengan kondisi militer
sekarang ini, bahwa tentara zaman sekarang ini tidak berhak mendapatkan harta
rampasan perang.
DAFTAR PUSTAKA
Komentar